
Acara yang digelar pada Kamis malam ini menghadirkan beragam tokoh lintas profesi, mulai dari ulama, akademisi, jurnalis, hingga aktivis kebudayaan. Hadir sebagai narasumber Ustadz Rusydi, Prof. Dr. Thomas Baladuchi, Om Doger, Ustadz Amin, Kak Romie, dan Edi Bonetski. Kehadiran mereka mencerminkan satu pesan penting: meneladani Nabi Muhammad SAW tidak hanya sebatas ritual, melainkan juga membumikan ajaran beliau dalam kehidupan kebangsaan.
Kegiatan diawali dengan lantunan salawat nabi yang menggema penuh khidmat, menumbuhkan suasana syukur dan cinta kepada Rasulullah. Selanjutnya, diskusi hangat berlangsung—sebuah ruang dialog yang terbuka bagi refleksi diri, tukar pikiran, dan perenungan bersama tentang bagaimana umat dapat meneladani sifat Nabi dalam kehidupan sehari-hari sekaligus berkontribusi menjaga persatuan bangsa.
Meneladani Nabi, Merawat Bangsa
Ustadz Rusydi dalam paparannya menekankan bahwa inti dari peringatan Maulid Nabi adalah menumbuhkan kembali kesadaran untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya melalui amal nyata. “Mencintai Nabi Muhammad SAW tidak cukup dengan lisan. Kita harus berusaha meneladani sifat beliau: jujur, amanah, tablig, dan fathanah. Bila sifat ini hidup dalam jiwa bangsa, Indonesia akan kuat menghadapi tantangan apa pun,” ujarnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Thomas Baladuchi menyoroti hubungan erat antara spiritualitas dan kebangsaan. “Meneladani Rasulullah tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab sosial dan cinta tanah air. Tanpa kesadaran kebangsaan, umat akan tercerai-berai. Merawat Indonesia berarti menjaga rumah besar kita agar tetap berdiri kokoh,” tegasnya.
Om Doger, tokoh seni dan budaya, memberikan pandangan berbeda namun senada. Menurutnya, kebudayaan juga merupakan jalan untuk menyalurkan kecintaan pada Nabi dan tanah air. “Selawat, seni, dan tradisi bukan sekadar hiburan, tapi medium untuk menguatkan identitas kita sebagai umat dan bangsa,” ungkapnya.

Refleksi Kebersamaan
Diskusi kemudian mengalir pada pesan penting introspeksi. Ustadz Amin mengingatkan bahwa momen maulid Nabi harus menjadi waktu untuk mengukur kembali sejauh mana kita mengamalkan akhlak beliau. “Jangan hanya sibuk menilai orang lain, tapi tanyakan pada diri: apakah hidup kita sudah membawa manfaat bagi orang banyak?” katanya.
Kak Romie dan Edi Bonetski, mewakili kalangan muda dan jurnalis, menekankan bahwa generasi sekarang memikul peran penting untuk meneruskan estafet perjuangan Nabi dengan cara relevan di zaman modern. “Merawat Indonesia bukan hanya tugas pemerintah, tapi tugas kita semua, terutama generasi muda. Menulis, berkarya, dan menjaga nilai keadilan adalah bentuk cinta tanah air,” ucap Edi Bonetski menutup diskusi.

Makna Besar di Malam Jum’at
Kajian Malam Jum’at di Caffe Rumah GO’A ini tidak sekadar ritual, melainkan momentum spiritual sekaligus kebangsaan. Para tokoh yang hadir seakan mengirimkan pesan bersama: bahwa merawat Indonesia adalah bagian dari meneladani Nabi Muhammad SAW.
Dengan suasana penuh hikmah dan kebersamaan, kajian ini menjadi ruang penting untuk menyatukan nilai religiusitas dan nasionalisme. Sebab, mencintai Rasulullah berarti menebarkan kasih sayang, mengutamakan kejujuran, dan menjaga persaudaraan—nilai-nilai yang sangat dibutuhkan untuk merawat keutuhan bangsa Indonesia.
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment