Presiden Prabowo dan Tantangan SDM Indonesia - Warta Global Jabar

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

Presiden Prabowo dan Tantangan SDM Indonesia

Thursday, 4 September 2025


Foto : Tody Ardiansyah Prabu, S.H Praktisi Hukum Advokat Peradi Alumni Universitas Trisakti

Oleh: TAP, S.H (Tody Ardiansyah Prabu, S.H)
Praktisi Hukum Advokat Peradi Alumni Universitas Trisakti

wartaglobaljabar.id - Kehadiran Presiden RI Prabowo Subianto di Beijing, Rabu 3 September 2025, untuk menghadiri parade militer memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, menegaskan peta geopolitik baru yang sedang dibangun Tiongkok. Parade militer terbesar negeri itu menjadi sinyal kekuatan sekaligus pesan pengaruh di kawasan.

Indonesia, sebagai negara kepulauan strategis, tidak bisa hanya merespons dengan menambah alutsista. Tantangan terbesar justru ada pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) agar mampu bersaing dalam era teknologi, pendidikan, industri maritim, dan inovasi global. Bonus demografi yang kini kita miliki harus diarahkan menjadi modal utama menuju Indonesia Emas 2045.

Mengapa Kekhawatiran Wajar

  • Modernisasi militer Tiongkok berlangsung pesat – Laporan CSIS dan CRS menunjukkan peningkatan signifikan jumlah dan kualitas kapal perang mereka.
  • Belanja pertahanan meningkat konsisten – Data SIPRI menegaskan modernisasi militer Tiongkok sebagai prioritas strategis.
  • Pendekatan komprehensif – Laut, udara, darat, siber, hingga nuklir, semuanya dikembangkan sebagai strategi global Beijing.
  • Investasi pada SDM – Program gizi sekolah di Tiongkok sejak 2011 menunjukkan visi jangka panjang berbasis manusia.
  • Indonesia masih tertinggal – Indeks Modal Manusia (HCI) Bank Dunia menandakan gap kualitas pendidikan dan gizi anak.

Permasalahan Inti bagi Indonesia

  • Keterbatasan tenaga terampil di sektor STEM, maritim, manufaktur, dan siber.
  • Gizi serta kesehatan anak yang belum optimal, menghambat kualitas pembelajaran.
  • Risiko ketidakseimbangan: belanja alutsista tanpa penguatan SDM dan industri lokal.
  • Kapasitas manufaktur domestik yang masih rendah, meskipun SDA melimpah.

Pelajaran dari Tiongkok

  • Integrasi gizi dan pendidikan: Program makan bergizi meningkatkan kualitas murid.

  • Konektivitas & manufaktur: BRI mampu menggerakkan industri, meski berisiko utang.


BRI dan Posisi Indonesia

Sejak 2013, Belt and Road Initiative (BRI) telah melibatkan lebih dari 150 negara dengan nilai kumulatif USD 1,175 triliun. Indonesia sendiri sudah merasakan dampaknya melalui proyek kereta cepat Jakarta–Bandung yang menelan biaya Rp118,37 triliun.

Posisi strategis Indonesia di jalur pelayaran internasional memberi peluang besar untuk tampil sebagai Poros Maritim Dunia. Namun, peluang itu hanya bisa diwujudkan bila pembangunan infrastruktur diiringi penguatan SDM dan industrialisasi nasional.

Foto : Tody Ardiansyah Prabu, S.H wakil ketua umum dewan pimpinan pusat forum alumni BEM

Rekomendasi Kebijakan
A. Perkuat Human Capital Nasional

  • Program gizi sekolah nasional di wilayah rawan stunting.
  • Modernisasi kurikulum vokasi dan STEM melalui kemitraan BUMN–swasta.
  • Beasiswa maritim dan teknologi dengan kewajiban pengabdian.

B. Seimbangkan Belanja Pertahanan

  • Alutsista wajib disertai transfer teknologi dan co-production.
  • Bangun bootcamps teknis untuk milenial di bidang siber, drone, dan maritim.
  • Perkuat kerja sama regional ASEAN dan mitra dialog.

C. Pendanaan Cerdas

  • Kombinasikan APBN, investasi swasta, dan pinjaman luar negeri dengan klausul protektif.

D. Akuntabilitas dan Metrik

  • Ukur dengan indikator jelas: penurunan stunting, kenaikan skor HCI, peningkatan literasi, dan jumlah pekerja terlatih.
Foto : Tody Ardiansyah Prabu, S.H Wakil Ketua Majelis Pertimbangan BPP KAPMI ( Kamar Dagang Pengusaha Muda Indonesia )

Implikasi Jangka Panjang

  • 3–7 tahun: lebih banyak teknisi maritim, kesiapan alutsista meningkat, learning poverty menurun.

  • 8–20 tahun: industrialisasi teknologi, kemandirian produksi, diplomasi ekonomi yang lebih kuat.

Ketika Presiden Prabowo menyaksikan skala modernisasi militer Tiongkok, strategi paling tepat bukan hanya menambah kapal perang, melainkan menjadikan SDM Indonesia sebagai super prioritas. Dengan gizi, pendidikan inovatif, industrialisasi, dan kepastian hukum yang tegas, Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi untuk


KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment