
DPC GMNI Tiduri Kantor DPRD Purwakarta, Soroti Legislasi Tanpa Dasar Ilmiah
Purwakarta | Warta Global, ID —
Sudah empat hari Gedung DPRD Kabupaten Purwakarta tersegel. Bukan karena bencana alam ataupun proses renovasi, melainkan akibat krisis paling mendasar dalam praktik legislasi daerah: hilangnya dasar ilmiah dan minimnya keberanian untuk terbuka kepada publik.
Penyegelan sekaligus aksi bermalam (tidur di kantor DPRD) dilakukan oleh Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Purwakarta sebagai bentuk boikot terhadap hasil rapat paripurna penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda). Penetapan tersebut dinilai disahkan tanpa pemaparan kajian akademik yang dapat diuji secara rasional dan terbuka oleh masyarakat.
GMNI menilai Propemperda yang seharusnya menjadi peta jalan hukum daerah justru diperlakukan layaknya formalitas tahunan: disepakati secara cepat, dipertanyakan belakangan, dan publik diminta percaya tanpa penjelasan.
Sejak 9 Desember 2025, GMNI menyegel Gedung DPRD Purwakarta. Aksi ini, menurut mereka, bukan bertujuan menghentikan demokrasi, melainkan menghentikan kebiasaan mengesahkan kebijakan tanpa landasan ilmu pengetahuan.
“Jika legislasi daerah bisa disahkan tanpa dasar ilmiah yang dibuka ke publik, maka yang sedang disederhanakan bukan prosedur, melainkan akal sehat,” tegas Ketua Umum DPC GMNI Purwakarta, Yogaswara, Sabtu (13/12/2025).
GMNI mengingatkan bahwa keberadaan naskah akademik dan partisipasi masyarakat bukanlah bonus demokrasi, melainkan kewajiban hukum. Undang-undang, kata Yogaswara, tidak pernah memberi ruang bagi praktik “percaya saja”, terlebih dalam perencanaan pembentukan peraturan daerah yang dampaknya langsung menyentuh kehidupan rakyat.
Namun, kondisi yang terjadi di Purwakarta justru dinilai berbanding terbalik. Rapat paripurna tetap berjalan, palu diketuk, dokumen ilmiah tak pernah ditampilkan, sementara publik diminta memahami kebijakan tersebut di kemudian hari.
“Empat hari gedung ini tersegel bukan karena kami anti-perda. Kami hanya menunggu satu hal sederhana: keberanian pemerintah dan DPRD untuk menunjukkan bahwa keputusan mereka lahir dari pemikiran, bukan dari kebiasaan,” ujarnya.
DPC GMNI Purwakarta memastikan boikot terhadap Gedung DPRD akan berlangsung hingga dua pekan ke depan. Rentang waktu tersebut disebut sebagai ruang refleksi institusional, bukan ancaman politik.
Namun GMNI juga menegaskan, apabila tidak ada keterbukaan dan pertanggungjawaban secara ilmiah, aksi tersebut akan ditutup dengan gelombang besar mahasiswa dan masyarakat sipil sebagai akumulasi kritik terhadap proses legislasi yang dinilai telah kehilangan mutu.
“Gedung boleh dibuka kapan saja. Tapi legitimasi hanya akan terbuka jika prosesnya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka,” pungkas Yogaswara.
GMNI menegaskan bahwa gerakan ini bukan bentuk oposisi politik, melainkan upaya menjaga agar pemerintahan daerah tidak berjalan dengan logika seremonial dan formalitas kosong. Legislasi tanpa ilmu mungkin sah di atas kertas, namun rapuh di hadapan sejarah.
(RK)
KALI DIBACA



.jpg)
No comments:
Post a Comment