
Industri Maklun Berkedok Teaching Factory: Pelanggaran Hak Konstitusi Buruh
Purwakarta Warta Global, ID/-
Fenomena buram tengah menggerogoti wajah industri di Purwakarta. Di balik tembok tinggi dan bangunan yang tampak modern, tersembunyi realitas yang menyayat hati: praktik perburuhan eksploitatif yang mengabaikan hukum, melukai nurani, dan menginjak hak-hak dasar kaum buruh.
Kang ZA, Ketua Komunitas Madani Purwakarta, dengan tegas menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap praktik industri maklun yang berkedok "Teaching Factory". Di tempat-tempat ini, para pekerja digaji hanya Rp1.000.000 hingga Rp1.250.000 per bulan—jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Purwakarta yang telah ditetapkan sebesar Rp4.792.252.
Lebih menyedihkan lagi, jam kerja para buruh bisa mencapai 10 hingga 12 jam sehari, tanpa jaminan sosial, tanpa perlindungan hukum, dan tanpa perlakuan yang manusiawi. Semua ini terjadi di hadapan negara yang seakan memilih bungkam.
Eksploitasi yang Menampar Konstitusi dan Kemanusiaan
Apa yang berlangsung ini bukan sekadar pelanggaran administratif atau ketenagakerjaan biasa. Ini adalah bentuk eksploitasi sistemik—"kerja rodi gaya baru"—yang secara nyata melanggar:
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: "Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak."
Pasal 28D ayat (2) UUD 1945: "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja."
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM: melarang segala bentuk perbudakan modern.
Kondisi kerja para buruh ini menunjukkan bahwa yang dilanggar bukan hanya hak-hak normatif, tapi hak konstitusional warga negara.
UU Ketenagakerjaan Dilanggar Secara Terang-Terangan
Praktik ini secara frontal melanggar Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
Pasal 77: Jam kerja maksimal 8 jam/hari dan 40 jam/minggu.
Pasal 90: Pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum.
Pasal 185: Pelanggaran terhadap ketentuan upah minimum dapat dikenai sanksi pidana.
Dalih bahwa ini adalah "usaha kecil berbasis maklun" hanyalah kamuflase. Faktanya, produk yang dihasilkan berasal dari lini produksi manufaktur, yang tunduk penuh pada rezim hukum ketenagakerjaan dan industri.
Dugaan Pelanggaran Perizinan: Bisnis Ilegal yang Dibiarkan

Selain pelanggaran terhadap hak buruh, aktivitas maklun ini diduga kuat tidak memiliki kelengkapan perizinan sebagai industri resmi. Setiap industri wajib memiliki:
1. PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
2. Persetujuan Lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL)
3. Izin Usaha Industri (IUI/NIB)
4. KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang)
5. SLF (Sertifikat Laik Fungsi)
6. Sertifikat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Jika izin-izin ini tidak dimiliki, maka aktivitas tersebut ilegal dan melanggar hukum tata ruang serta lingkungan.
Negara Abai, Buruh Menjerit
Sikap pasif institusi negara seperti Disnaker, DPMPTSP, Satpol PP, hingga aparat penegak hukum memperparah situasi. Bukti eksploitasi ini jelas dan nyata, namun belum ada tindakan tegas. Padahal tanggung jawab negara dalam perlindungan tenaga kerja telah diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Tuntutan Kami: Lawan Perbudakan Modern!
Komunitas Madani Purwakarta menyerukan:
1. Tindak tegas semua pelaku industri maklun yang terbukti mengeksploitasi buruh dan melanggar hukum ketenagakerjaan.
2. Lakukan audit menyeluruh terhadap seluruh unit usaha maklun di Purwakarta, baik dari sisi perizinan, K3, maupun kepatuhan ketenagakerjaan.
3. Hentikan penyalahgunaan Teaching Factory, yang hanya dijadikan kedok legalisasi eksploitasi tenaga kerja murah.
4. Tegakkan keadilan sosial, hadirkan negara dalam membela buruh sebagai pilar ekonomi bangsa.
Kesimpulan
Apa yang terjadi di Purwakarta bukan sekadar praktik bisnis menyimpang — ini adalah kejahatan kemanusiaan yang terstruktur dan sistematis. Label "Teaching Factory" tidak boleh menjadi selimut bagi praktik upah murah, kerja paksa, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Buruh Purwakarta tidak menuntut belas kasihan. Mereka menuntut penegakan hukum, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan sekadar slogan—ia adalah amanat konstitusi."
***(RK)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment